Jakarta, 2 November 2025 – Menjelang musim hujan, Takeda bersama pemerintah dan pemangku kepentingan kesehatan menggelar media briefing bert...
Jakarta, 2 November 2025 – Menjelang musim hujan, Takeda bersama pemerintah dan pemangku kepentingan kesehatan menggelar media briefing bertajuk “Urgensi dan Kepemimpinan Indonesia dalam Perjuangan Melawan Dengue.” Acara ini menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor yang berkelanjutan.
BMKG memprediksi musim hujan 2025/2026 akan dimulai lebih awal, dengan puncak antara November 2025 hingga Februari 2026. Kondisi ini meningkatkan risiko banjir dan genangan yang mempercepat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, vektor utama penyebaran dengue.
Derek Wallace, President, Global Vaccine Business Unit, Takeda Pharmaceuticals, menyampaikan bahwa dalam lima tahun terakhir dunia mengalami lonjakan signifikan kasus dengue, terutama di kawasan Amerika. “Hingga akhir April 2024, lebih dari 7,6 juta kasus telah dilaporkan ke WHO, termasuk 16.000 kasus berat dan lebih dari 3.000 kematian. Indonesia masih menyumbang sekitar 66 persen kematian akibat dengue di Asia tahun lalu, namun berhasil menekan laju kasus secara signifikan pada 2025.
dr. Prima Yosephine, MKM, Pelaksana Harian Direktur Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI, pengendalian vektor, dan edukasi masyarakat. “Dalam dua dekade terakhir, kasus dengue meningkat signifikan. Tahun 2024 tercatat 257.271 kasus dan 544 kematian hingga Oktober 2025. Ini menunjukkan dengue masih menjadi ancaman serius. Kementerian Kesehatan berkomitmen mencapai target Zero Deaths by Dengue 2030.
Dari sisi sistem kesehatan, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, MSc, PhD, Direktur Utama BPJS Kesehatan, menegaskan bahwa pasien DBD dijamin oleh program JKN dan dapat dirujuk sesuai indikasi medis. “Masih banyak yang mengira DBD tidak bisa dirujuk, padahal tetap dijamin dalam program JKN. Dari sisi pembiayaan, beban klaim meningkat signifikan, dari Rp626 miliar pada 2021 menjadi Rp2,9 triliun pada 2024 untuk lebih dari satu juta kasus rawat inap.
Secara klinis, Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi, Sp.PD, KAI, Penasihat Satgas Imunisasi PAPDI, menyoroti risiko berat dengue pada orang dewasa dengan penyakit penyerta. “Pasien dengan hipertensi, obesitas, diabetes, atau gangguan ginjal kronis memiliki risiko komplikasi lebih tinggi hingga tujuh kali lipat. Pencegahan dan deteksi dini sangat penting." ujarnya.
Sementara itu, Prof. Dr. dr. Hartono Gunardi, Sp.A(K), Ketua Satgas Imunisasi IDAI, anak-anak tetap menjadi kelompok paling rentan, “Sekitar 76% kasus dengue terjadi pada usia 5–44 tahun, dengan 53% kematian pada kelompok usia 5–14 tahun. Fase kritis terjadi pada hari ke-4 hingga ke-5 demam, saat risiko syok meningkat. Orang tua perlu waspada dan segera membawa anak bila muncul tanda bahaya,” jelasnya. “Hingga kini belum ada obat khusus dengue." tambahnya.
Dari sisi advokasi, dr. Asik Surya, Ketua Harian Koalisi Bersama (KOBAR) Lawan Dengue, “Jumlah daerah endemis naik menjadi 471 pada 2025. Kepemimpinan kolaboratif, visioner, dan berorientasi aksi sangat dibutuhkan untuk menyatukan lintas sektor — kesehatan, lingkungan, pendidikan, dan tata ruang — serta menggerakkan masyarakat secara masif dan berkelanjutan,” tambahnya.
Sebagai penutup, Derek Wallace menegaskan komitmen Takeda. “Kami bangga menjadi bagian dari upaya nasional memerangi dengue. Takeda siap berdampingan dengan seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat pencegahan dan pengendalian dengue serta bersama-sama mewujudkan target Zero Dengue Deaths by 2030,” katanya.

COMMENTS